Makassar,
19 November 2017
Masih sangat jelas terngiang
ditelinga pesan yang di sampaikan Prof. Mansur kala itu. “ Kuliah S3 bukan
persoalan cerdas atau tidak, tapi bagaimana anda melalui pergolakan jiwa yang
begitu hebat, karena ujian bukan hanya dari segi akademik dan kemampuan otak
tetapi hampir segala aspek, Emosi dan financial. Anda akan di uji secara
emosional menghadapi gelombang jiwa yang akan anda lalui selama proses
perkuliahan, dan yang pling banyak adalah ujian finansial, sangat sering
menimpa mahasiswa program doktor. Tapi yakinlah, setelah semuanya selesai,
setelah doktor itu diraih, karirmua akan melejit”. Dan benarlah adanya pesan
itu, Allah selalu senang mengobok-obok batinku ini, selalu saja senang
mendengar jeritan ampunanku. Pergolakan batin itu muali dari masalah asmara,
mulai dari menghdapai orang tua yang belum banyak mengerti kehidupan
perkuliahan yang sungguh sanagat amat terasa berat ini, mendidik adik kandung
satu-satunya yang tidak semudah menjatuhkan bola ping pong, masalah lain karena
saya adalah anak pertama dan beban moril akan sangat berat. Tanggung jawab
menjaga diri di kota besar ini dan menjaga adik itu tidak mudah. Mengumpulkan
pundi-pundi rupiah siang samapi sore, dari ujung Perbatasan kota Makassar
sampai berkeliling kota menwarkan kue jualan yang untungnya tidak seberapa,
hanya sekadar memenuhi kebutuhan sehari-hari saja. Di sisi lain dua bulan lagi
bapak sudah pensiun, dan sudah dua bulan terakhir jatah uang jajan tidak sebanyak
yang dulu. Masalah lain lagi karena tahun ini Allah masih senang mendengar
doaku meminta dan minta karena tahun ini belum bisa menyandang gelar CPNS. Tes yang
hanya beda seminggu dengan ujian prelim dikampus yang juga menentukan masa
depan. Sungguh sangat terjebak dengan kondisi bimbang. Entah mau belajar untuk
persiapan CPNS atau kah Prelim. Dan kala itu aku memtuskan untuk fokus ke ujian
prelim saja, dan alhasil saya belum lulus CPNS. Sehari semalam air mata tak
berhenti mengucur kala itu, satu-satunya yang saya harapkan yang bisa mampu
menopang kondisi ekonomi keluarga. Jika saya berkesempatan lulus untuk jadi
CPNS, tapi semua seolah hilang di bawa angin lalu. Dan semua komplit, Allah benar-benar membuatku
bertekuk lutut, dan menamparku sekeras-kerasnya dengan ujian ini. Betul-betul
saya tidak berkutik, dan tak ada tempatku meminta pertolongan dan perlindungan
hanya kepadaNya. Aku tau Allah selama ini marah padaku, karena lebih mencintai
dunianya daripadaNya. Dan ini adalah acara yang sangat romantis untuk membuatku
kembali, dan Dia merangkulku dalam lantunan ayat-ayatNya yang tak pernah
berhenti terdengar dikamar yang berukuran 3x4 ini.
Orang diluar sana beranggapan
bahwa kuliah S3 itu hebat, keren dan luar biasa. Mungkin mereka ada benarnya.
Memang aku Hebat, hebat karena punya keberanian untuk mengambil keputusan untuk
lanjut kuliah lagi tanpa beasiswa, Keren karena kuliah dengan bapak-bapak dan
Ibu-ibu yang usianya terpaut 20th di atasku, Luar biasa karena ujiannya bukan Cuma
akademik tapi non akademik, ujian mental, finansial dan emosional, semuanya di
Uji. Orang diluar sana hanya melihat hasilnya, tapi tak pernah meliah kedalam,
proses yang dijalani tidak semudah apa yang anda lihat. Harus memaksakan diri
membaca artikel-artikel penelitian yang seabrek, harus memaksakan diri mengerti
setiap artiekl yang dibaca. Harus memaksakan mata untuk tetap terjaga, harus
bekeja kesana kemari untuk membiayai hidup sehari hari. Harus menempuh jarak
beberp kilometer untuk menjeput kue panada untuk di jual di kantin kampus, dan
juga di hari libur aku sendiri yang membuat kue kemudian di titip di penjual
kelontong dekatn rumah yang untungnya Cuma beberapa lembar ribuan saja.
Orang diluar sana beranggapan
bahwa uliah S3 itu orang cerdas semua. Mereka boleh beranggapan begitu, tapi entah
otak ini mearsa tak tahu apa-apa. Setiap kali membaca seolah tambah bodoh saja,
masih banyak hal belum diketahui. Semakin banyak membaca semakin tidak tahu
apa-apa saja. Kalo seperti ini, yang kuliash S3 dilihat cerdas darimananya
kalau begini?. Jangan tanya saya, sayapun bingung. Umru segini, pengetahuannya
masih sangat sedikit, masih sangat sempit. Bagaimana caranya nanti membagi Ilmu
sedangkan yangg ku punya hanya sedikit saja. Bagaimana caranya menambah Ilmu
dan kecerdasan otak ini sedangkan sering membaca saja masih merasa bodoh. Andaiakan
ada mesin pembuat otak cerdas, mungkin saya mau satu. Orang diluar sana bebas
berargumen apa saja, itu urusan mereka. Urusanku bagaimana menghadaipi kuliah
yang tidangga 3 semester ini. Mau mundur tapi sudah setengah jalan, mau maju
tapi masih ragu. Benar-benar berada di ambang pintu. Entah mau masuk atau
keluar. Terkadang aku berpikir, saya kerasukan setan apa kemarin hingga
sebearni ini mengambil keputusan untuk lanjut, sedangkan bekal finansial dan
otak juga pas-pasan begini. Dan harus aku akui, memang harus punya hati yang
kuat untuk mengahdapi semua ini, masalah asmara pun terabaikan tapi selalu
terkenang. Yang berulang kali berpatah-hati. Entah itu dikhianati, di PHP-in
dan juga pengkhianatan dari sebuah persahabatan. Kesemua membuat hatiku semakin
kebal. Bebrapa peristiwa itu juga sangat menamparku bahwa pilih-pilhlah dalam
berteman karena tidak semua dari mereka betul-betul peduli dan itu sudah
terbukti. Memang harus hati in harus kuat. Saya tidak tahu bagaiman kondisi
hati di dalam sini jika dikeluarkan. Mungkin di bor pun tak akan bisa goyah, di
terjang mesin apapun dia tetap utuh. Wahai hati, perjalanan kita masih sangat
panjang, baik-baiklah didalam sana.