Sabtu, 18 November 2017

BAIK-BAIK LAH WAHAI HATI

Makassar, 19 November 2017
Masih sangat jelas terngiang ditelinga pesan yang di sampaikan Prof. Mansur kala itu. “ Kuliah S3 bukan persoalan cerdas atau tidak, tapi bagaimana anda melalui pergolakan jiwa yang begitu hebat, karena ujian bukan hanya dari segi akademik dan kemampuan otak tetapi hampir segala aspek, Emosi dan financial. Anda akan di uji secara emosional menghadapi gelombang jiwa yang akan anda lalui selama proses perkuliahan, dan yang pling banyak adalah ujian finansial, sangat sering menimpa mahasiswa program doktor. Tapi yakinlah, setelah semuanya selesai, setelah doktor itu diraih, karirmua akan melejit”. Dan benarlah adanya pesan itu, Allah selalu senang mengobok-obok batinku ini, selalu saja senang mendengar jeritan ampunanku. Pergolakan batin itu muali dari masalah asmara, mulai dari menghdapai orang tua yang belum banyak mengerti kehidupan perkuliahan yang sungguh sanagat amat terasa berat ini, mendidik adik kandung satu-satunya yang tidak semudah menjatuhkan bola ping pong, masalah lain karena saya adalah anak pertama dan beban moril akan sangat berat. Tanggung jawab menjaga diri di kota besar ini dan menjaga adik itu tidak mudah. Mengumpulkan pundi-pundi rupiah siang samapi sore, dari ujung Perbatasan kota Makassar sampai berkeliling kota menwarkan kue jualan yang untungnya tidak seberapa, hanya sekadar memenuhi kebutuhan sehari-hari saja. Di sisi lain dua bulan lagi bapak sudah pensiun, dan sudah dua bulan terakhir jatah uang jajan tidak sebanyak yang dulu. Masalah lain lagi karena tahun ini Allah masih senang mendengar doaku meminta dan minta karena tahun ini belum bisa menyandang gelar CPNS. Tes yang hanya beda seminggu dengan ujian prelim dikampus yang juga menentukan masa depan. Sungguh sangat terjebak dengan kondisi bimbang. Entah mau belajar untuk persiapan CPNS atau kah Prelim. Dan kala itu aku memtuskan untuk fokus ke ujian prelim saja, dan alhasil saya belum lulus CPNS. Sehari semalam air mata tak berhenti mengucur kala itu, satu-satunya yang saya harapkan yang bisa mampu menopang kondisi ekonomi keluarga. Jika saya berkesempatan lulus untuk jadi CPNS, tapi semua seolah hilang di bawa angin lalu.  Dan semua komplit, Allah benar-benar membuatku bertekuk lutut, dan menamparku sekeras-kerasnya dengan ujian ini. Betul-betul saya tidak berkutik, dan tak ada tempatku meminta pertolongan dan perlindungan hanya kepadaNya. Aku tau Allah selama ini marah padaku, karena lebih mencintai dunianya daripadaNya. Dan ini adalah acara yang sangat romantis untuk membuatku kembali, dan Dia merangkulku dalam lantunan ayat-ayatNya yang tak pernah berhenti terdengar dikamar yang berukuran 3x4 ini.
Orang diluar sana beranggapan bahwa kuliah S3 itu hebat, keren dan luar biasa. Mungkin mereka ada benarnya. Memang aku Hebat, hebat karena punya keberanian untuk mengambil keputusan untuk lanjut kuliah lagi tanpa beasiswa, Keren karena kuliah dengan bapak-bapak dan Ibu-ibu yang usianya terpaut 20th di atasku, Luar biasa karena ujiannya bukan Cuma akademik tapi non akademik, ujian mental, finansial dan emosional, semuanya di Uji. Orang diluar sana hanya melihat hasilnya, tapi tak pernah meliah kedalam, proses yang dijalani tidak semudah apa yang anda lihat. Harus memaksakan diri membaca artikel-artikel penelitian yang seabrek, harus memaksakan diri mengerti setiap artiekl yang dibaca. Harus memaksakan mata untuk tetap terjaga, harus bekeja kesana kemari untuk membiayai hidup sehari hari. Harus menempuh jarak beberp kilometer untuk menjeput kue panada untuk di jual di kantin kampus, dan juga di hari libur aku sendiri yang membuat kue kemudian di titip di penjual kelontong dekatn rumah yang untungnya Cuma beberapa lembar ribuan saja.
Orang diluar sana beranggapan bahwa uliah S3 itu orang cerdas semua.  Mereka boleh beranggapan begitu, tapi entah otak ini mearsa tak tahu apa-apa. Setiap kali membaca seolah tambah bodoh saja, masih banyak hal belum diketahui. Semakin banyak membaca semakin tidak tahu apa-apa saja. Kalo seperti ini, yang kuliash S3 dilihat cerdas darimananya kalau begini?. Jangan tanya saya, sayapun bingung. Umru segini, pengetahuannya masih sangat sedikit, masih sangat sempit. Bagaimana caranya nanti membagi Ilmu sedangkan yangg ku punya hanya sedikit saja. Bagaimana caranya menambah Ilmu dan kecerdasan otak ini sedangkan sering membaca saja masih merasa bodoh. Andaiakan ada mesin pembuat otak cerdas, mungkin saya mau satu. Orang diluar sana bebas berargumen apa saja, itu urusan mereka. Urusanku bagaimana menghadaipi kuliah yang tidangga 3 semester ini. Mau mundur tapi sudah setengah jalan, mau maju tapi masih ragu. Benar-benar berada di ambang pintu. Entah mau masuk atau keluar. Terkadang aku berpikir, saya kerasukan setan apa kemarin hingga sebearni ini mengambil keputusan untuk lanjut, sedangkan bekal finansial dan otak juga pas-pasan begini. Dan harus aku akui, memang harus punya hati yang kuat untuk mengahdapi semua ini, masalah asmara pun terabaikan tapi selalu terkenang. Yang berulang kali berpatah-hati. Entah itu dikhianati, di PHP-in dan juga pengkhianatan dari sebuah persahabatan. Kesemua membuat hatiku semakin kebal. Bebrapa peristiwa itu juga sangat menamparku bahwa pilih-pilhlah dalam berteman karena tidak semua dari mereka betul-betul peduli dan itu sudah terbukti. Memang harus hati in harus kuat. Saya tidak tahu bagaiman kondisi hati di dalam sini jika dikeluarkan. Mungkin di bor pun tak akan bisa goyah, di terjang mesin apapun dia tetap utuh. Wahai hati, perjalanan kita masih sangat panjang, baik-baiklah didalam sana.



ALLAH MAHA BAIK

Makassar, 17 November 2017

Entah kemana saya beberapa tahun terakhir ini, panggilan azan yang jaraknya hanya beberapa langkah dari kos selalu terabaikan oleh kesibukan dunia yang sama sekali tak menenangkan hati. Namun, beberapa bulan terakhir aku batinku tersusik, untuk kembali ke jalan Allah. Ada rasa malu kepadaNya. Kenapa tidak kemarin-kemarin menginjakkan kaki sesering ini dirumah Allah. Malu sendiri, betapa aku manusia congkak sudah merasa bisa melakukan segalanya sendiri tanpa pertolngan Allah. Tapi, pergolakan batin yang begitu hebat membuatku kembali. Jadi beberapa tahun terakhir, kesibukan mulai berkurang. Perkuliahan juga Cuma sehari dalam seminggu, jadwal mengajar pun tidak sepadat yang dulu lagi. Dan jujur kondisi perekonomianku mulai menurun, entah kemana uang didompetku, entah kemana jadwal mengajar yang padat itu dulu. Entah kemana panggilan mengajar itu. sebulan lagi bapak sudah pensiun, dua bulan terakhir bapak mengirm uang jajan kepada kami saya dan adikku tidak sebanyak kemarin. Aku mulai mengerti, bapak dan ibu juga dilanda kantong kering. Itu pertanda saya harus bekerja lebih keras lagi untuk membiayai hidup dan kuliahku. Beberapa kali memasukkan lamaran kerja kesana-kemari tapi belum ada panggilan sampai sekarang. Mungkin ini karma, karena pernah bekerja di salah satu sekolah tapi harus resign yang kala itu saya baru 6 bulan bekerja. Karena pekerejaan yang terlalu banyak dan berat membuatku harus terbaring diruamh sakit beberpa hari karena kelelahan. Di tengah keterpurukan yang sangat berat ini, aku hadapkan kembali wajahku kepada Sang Pencipta Alam, satu-satunya tempatku berlindung dan meminta pertolongan. Aku mulai sering ikut sholat berjamaah di masjid dekat kos yang jaraknya hanya beberapa langkah saja. Beginilah manusia, ketika dilanda penderitaan selalu ingat Tuhannya, tapi ketika dia berada dipuncak kesuksesan entah kemana dia bawa Tuhannya. Tapi semoga saya istiqomah dengan ini.
Di masjid itu yang ku temui hanya ibu-ibu yang paruh baya, tak ada yang seusiaku. Kebanyakan dari jamaah perempuan yaitu ibu-ibu yang sudah punya cucu. Hanya sekali kali saja di waktu dhuhur dan ashar ada mahasiswa yang sering ikut sholat berjamaah dengan kami. Karena kampusnya tepat di depan masjid ini. Saya selalu berseblahan dengan ibu atau bisa saya panggil nenek-nenek yang tinggal tepat dibelakang masjid. Ada dua orang yang selalu berseblahan denganku tiap kali kami sholat berjamaah. Namun sayang, saya tak pernah berani menanyakan namanya. Kala itu, hari kamis sore kami hendak melaksanakan sholat magrib berjamaah. Salah satu dari nenek itu membagikan buku ke orang di sebelah kirinya dan juga memberikan kepadaku sambil berbisik.

“ ini kita baca yang sudah ku tandai nah, bagus dibaca kalau sudah sholat”
“Terimakasih Puang” saya belum tahu buku apa itu, yang jelas semua isinya tulisan arab, sampulnya hitam ada waran merah mudanya. Sampul buku itu tertulis “Majmu Syarif”. Ternyata tidak semua jamaah di masjid dia berikan buku tersebut hanya tiga orang saja. Disebelah kanan dan kirinya dan satu orang yang ada di ujung shaf.  Serasa ketiban durian runtuh, beruntung bisa mendapatkan buku seperti ini. Setibanya di kos, saya mencoba untuk membaca daftar isinya dan tulisannya adalah arab gundul. Dan ada beberapa yang bisa terbaca olehku, ini adalah doa-doa harian dan dzikir harian. Betapa ini adalah teguran atau hikmah entahlah. Tapi melalui tangn ibu itu, Allah memebriku petunjuk untuk selalu berdzikir. Masya Allah, betapa sungguh Allah sangat sayang kepadaku, masih sangat memperhatikanku. Dan tepat sebulan kemudian, nenek yang satunya lagi duduk disebelhaku dan membiskkanku sesuatu.

“ Ada nanti kita ambil sajadah itu diatasnya lemari kaca nah” sambil tersenyum
“Iye, Puang terimakasih banyak”

Sungguh rejeki Allah bukan hanya dalam bentuk materi, tapi dikelilingi dengan orang-orang baik adalah salah satu rejeki. Ada dua hadiah yang Allah berikan kepadaku. Ini adalah kode untuk selalu mengingatnya, selalu menyembahnya kala senang maupun duka. Allah Maha Baik



Puang : adalah sapaan yang digunakan orang bugis kepada mereka yang lebih tua umurnya dari yang berbicara dan diperuntukkan kepada mereka yang berketurunan raja sebagai penghormatan, tapi penggunaan nya sekarang mulai meluas karena terkadang sapaan Puang juga biasa diberikan kepada orang bukan keturunan raja


Kamis, 02 November 2017

November Rain

Makassar, 03 November 2017


Welcome November, Welcome my love. November akan selalu menjadi bulan paling nikmat untuk menikmati hujan, aku selalu setia menunggu hingga hujan tetes terakhir. Menatap awan gelap pertanda hujan itu selalu membuat jantungku loncat-loncat. Hari itu sepertinya akan hujan, hingga saatnya tiba, gemuruhnya terasa begitu merdu, dinginnya terasa begitu lembut. Tiga menit waktu pertama akan kuhentikan semua aktivitasku sejenak untuk mendengar nada indah ini, untuk merasakan hawa ini, untuk menikmati pandangan sekitar yang mulai basah karena hujan. Tak ada yang bisa menhentikanku menikmati hujan. Pemandangan seperti ini akan kunikmati hampir tiap di hari dibulan November, betapa girangnya hati. Menit keempat akan kunikmati aktivitasku sambil mendengar suara hujan yang seperti bernyanyi indah untukku.

Kemarin, awan gelap mulai nampak, pukul 13:30 siang yang seharusnya matahari bersinar dengan teriknya. Tapi segerombol awan comulus nimbus menyerobot sinar matahari. Perlahan tapi pasti mereka mulai berpindah ke barat. Hingga berada tepat di atasku, di atap gedung kampus ini. Ku balikkan kursi menghadap kejendela memerhatikan rintik hujan yang mulai berjatuhan, hingga jatuh deras sederas-derasnya. 10 menit berlalu aku tak beranjak dari kursi, sampai ketika salah seorang teman mencolekku pertanda dosen sudah ada dikelas. Baiklah, di bawah rinai hujan kuliah ini terasa begitu menyenangkan, entah karena dosennya, karena mata kuliahnya atau karena hujan. Mungkin karena hujan,