Oktober 2013
Sejak pertemuan itu dia semakin
intens berkomunikasi dengan ku.Sedikit demi sedikit member perhatian tanpa arti.
“Sudah mi
ki makan de?” Tanya via sms. Aku hanya mengernyitkan kening melihat tulisan
di hape ku ini.
“Iye,
sudah mi K” jawabku singkat. Setelah dia tahu kalau aku sudah putus dengan
Angga dia semakin gencar mendekatiku. Itu menurutku yah. Hampir setiap hari dan
mungkin di setiap waktu sms dan telpon
dating bertubi-tubi.
“ Halo, Assalamualaikum”
Terdengar suara K Andirga dari sana
“Walaikumsalam, iye K kenapa ki’?” Tanya
ku .
“Tidak ji de mau nelpon saja , heheheh” katanya sambil tertawa kecil
“Yah.. kalau menelpon kan pasti
ada perlunya K, masa’ menelpon tanpa
tujuan.” Jawabku sedikit kesal
“Tidak ji cuma mau dengar suara ta
de’” katanya. Apaaaaahhhhhh………..Gubraaaaakkkkkkk……….. teriakku dalam hati.
“ Heheheheh… dimana ki pale ini
K?kataku berusaha sopan.
“Di Bandara ka ini de, ku tunggu om ku karena mau di jemput”
“Owh…pantas menelpon ki’ K, karena mau ki’di temani cerita toh?
Kataku sedikit judes.
“Wah… tidak ji. Ini ka sembarang
sekali na pikir”
“Apa ji pade K?”
“Ih.. mau nelpon saja to”
“Hummm…………. Jadi apa pade mau kita’ cerita ini K? tanyaku
Dari kejauhan sana ku dengar dia
hanya tertawa mendengar bertanya seperti itu. Sampai dia permisi untuk
mengakhiri pembicaraan kami karena orang yang di tunggu sudah menunggu di
bagian kedatangan. Akhir dari pembicaraan itu membuatku bertanya, bahkan seribu
tanya. “Kenapa yah?”tanya ku pada diri sendiri sambil menggaruk-garuk kening
yang tidak gatal itu.
***
5 oktober 2013
Aku sudah siap dengan gaun warna
pink, jilbab juga pink tapi bercorak bunga-bunga. Jangan tanya siapa yang
sedang aku tunggu. K Andirga, kita janjian seminggu yang lalu ketika ‘meet up’ dengan K Irin. Today is K Irin Birthday. Kita di tunggu
di sebuah Restoran Ayam Penyet. Tidak jauh dari tempatku. Pukul 07:00 K Andirga
dating dengan memakai jaket hitam. Dan sepatunya itu semacam orang mau pergi
konser saja. Sepatu panthofel yang ujungnya sedikit runcing. Hampir mirip
dengan sepatu Aladin. Tanpa aba-aba, aku langsung bergegas membuka pintu pagar
dan menguncinya kembali. Motor hitam yang tidak terlalu besar dan sedikit butut
itu siap mengantar kami untuk ‘dinner’ I bareng
K Irin. Setibanya disana, tampaknya ada sosok yang ku kenal disana. Perempuan
dengan baju abu-abu dan jilbab yang senada warnanya.
“K Vinaaaaaaaaaaaa……..” kataku
sedikit teriak dan berlari kecil menghampiri dan langsung memeluknya.
Kerinduan
yang lama begitu langsung terobati. Kakak sepupuku yang satu ini sudah lama tak
pernah bersua dan akhirnya ketemu disini. Wajar sih K Vina itu adiknya K Imran. Kakak sepupu yang ku jodoh-jodohkan
dengan K Irin. Dan kebetulan K Vina juga rekan bisnis dari K Irin. Aku duduk
disebelah kiri K Irin sedangkan K Andirga duduk disebelah kananya. K Vina
mencegahku duduk berseblahan dengan K Andirga. Belum muhrim katany. ‘Emangnya
kita berdua ada niat nikah?’ pikirku saat itu. Malam pun kian larut setelah
selesai makan malam pembicaraan pun berlanjut sampai ku lirik jam tanganku yang
menunjukkan pukul 22.00 itu. Kode keras untukku segera bergegas pulang. Setelah
pamit K Andirga berjalan keluar lebih dulu, aku berdiri dan masih cerita dengan
K Vina untuk pamit pulang. Di Parkiran restaurant aku tak melihat K Andirga.
“Mbak.. tadi pacar ta lewat sebelah sini” kata petugas parkir yang melihatku sedang
mencari seseorang.
“Ye’?”kataku
singkat keheranan. Dan mengikuti instruksi sang juru parkir. Dan ternyta benar.
K Andirga tengah mengenakan jaket hitamnya. Baju kemeja kotak-kotak hitamnya
itu seketika tersembunyi oleh pekatnya warna jaket. Dan kami bergegas pulang.
Tiba di kamar, tubuhku langsung ku hempaskan ke kasur. Tanpa melepas gaun yang
ku kenakan itu. Tatapanku menerawang ke langit, mengingat kembali yang di katakana
juru parkir di restoran tadi. “Pacar?” kataku dan mengedipkan mata
berkali-kali. ‘Arghh…….. Ophi… tidak boleh. Ini prinsip yang saya pegang teguh
selama saya hidup sampai berumur segini, apapun itu tidak boleh ada yang
melanggarnya’ kataku dalam hati sambil tengkurap memukul-mukul bantal.
Tiba-tiba hape ku bergetar ada sms masuk.
Sampe ma di rumah de, baru mau istiraht ini
Tuiiinggggg………………… maksudnya?.
Maksudnya saya di sms begini apa? Memangnya saya polisi wajib lapor begitu? Kataku
Iye’ K istirahat mi ki send. “Ehhh.. eh.. yah terkirim, kenapa saya
balas , harusnya tidak di gubris” kebingunan sendiri sambil garuk-garuk kepala.
Entahlah, K Andirga terus saja
menjalin komunikasi yang begitu intens, berbagai alasan yang menurutku cuma modus
terus saja dia gencarkan. Aku hanya bertanya-tanya dalam hati. Dan terus
bertanya apa maksud dari semua ini. Tapi setelah aku pikir-pikir ahh bodo’ amat
kenapa saya harus peduli, yang harus aku pikirkan bagaimana caranya bisa move on dari sang mantan. Angga masih
saja berputar-putar di kepalaku ini. Sejak putus beberapa bulan kemarin, aku
keseringan termenung sendiri, menangis sendiri. Bias-bisanya dia berbohong
padaku. Padahal awal jadian aku sudah beritahu kalau wanita tak ada yang suka
di bohongi. Dan bagiku kata ‘PUTUS’ adalah hal yang sangat sakral. Sekali aku
sudah bertekad untuk hal itu. Maka hanya Tuhan yang mampu menghentikannya.
Sekali keluar dari mulutku pantang bagiku untuk menjilat ludah. Sebenarnya,
bukan putus nya yang ku sesali tapi waktuku yang terbuang sia-sia dengannya. Dan
ternyata berakhir seperti ini. Bulir-bulir itu kembali berlinang di pelupuk
mataku dan tak sadar membuatku tertidur.
***
Basah… bantal ini basah. Entah
karena kebanyakan air mata ataukah banjir. Hujan di luar sana mengalir deras
kompak dengan air mata ini. Getaran di sebelahku ini sedikit menggangu
konsentrasiku untuk melanjutkan tangisanku.” K Andirga?” kataku kaget melihat
namanya di panggilan masuk. Sesegera mungkin ku normalkan suara dan mengusap
air mata yang sedari sejam yang lalu mengalir tak hentinya. ‘aduhh,…. Kenapa menelpon
di saat yang tidak tepat seperti ini’ geram ku
“Halo, Assalamualaikum K?” Sapaku
yang berusaha menormalkan suara
“Walaikumsalam, ehh sakit ki’ de? Tanya nya heran
“Tidak ji K” kataku yang sedang mengusap cairan yang keluar dari hidung
ini
“Kenapa pale
begitu suara ta?, menangis ki’ de?”lanjutnya
Aduh ini orang sudah tahu bertanya lagi,
gerutuku dalam hati.
“Hehe… iye’
K” jawabku yang sok malu.
“Ahh… kenapa sedenk, siapakah ganggu ki’ sini
baku hadapan sama saya, heheh”
“Heheheh… biasa K sejenis ta” kataku meledek
“Siapakah? Angga? Ahh.. tidak usah di piker,
yang lalu biarlah berlalu”nasehatnya
‘Jiiiiiiaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhh…. Kan
ngomong gampang K, ini orang gak tahu seberapa sayangnya saya sama Angga,
berapa orang yang tertolak karena mempertahankan dia, berapa kali haris
terbakar cemburu olehnya, Ishhhh……..’ ;agi-lagi aku menggerutu dalam hati.
“Ahhh…..Jangan mi menangis, sini saya nyanyikan ki”. Dia melantunkan lagunya yang aduhhh… apa yah, berisik K.
“K K suaranya bagus tapi sepertinya lebih
indah kalau diam ki’ “ ketusku
“Iye
pale dia ma, jangan ki pade menangis” bujuknya
‘ehhhh…. Ini orang siapa main
suruh-suruh saja’ terus saja aku menggerutu dalam hati.
Perbincangan itu berlanjut hingga
larut malam, Ada saja yang membuat saya tertawa karena ceritanya. Ini bukan
kali pertama, tapi K Andirga sering menelpon dan di saat yang bersamaan aku
tengah menangis. Entah itu waktu yang tidak tepat atau sangat tepat. Hanpir
tiap hari dia menelpon. Atau paling tidak sms. Ahhh… gila ini orang.
Keesokan harinya kami tidak
sengaja bertemu di kampus. Keheranan saling menunjuk satu sama lain. Kenapa?
Karena kami memakai baju dengan warna yang senada. Kami pun kembali larut dalam
perbincangan, dan lagi-lagi dia selalu buatku tertawa.
“Sudah makan?” Tanya nya
“Ehh.. sudah siang ya? Belum pi K” jawabku
“ Ayo pergi makan pale” ajaknya
‘Makan?Lunch bareng?gitu?’ Ihh.,…
ogah…
“Makan coto kayaknya enak dih’”lanjutnya.
Aku masih memperhatikan keadaan sekitar, kalau-kalau ada yang mengenaliku dan
memperhatikan dan membuat mereka salah paham. Melihatku duduk berdua di taman
seperti ini, tidak salah jiak orang berpikiran kalau kita ini sedang ‘ngedate’.
“Ayo mi, jangan larang saya berbuat amal nah” ajaknya lagi sambil
berdiri
‘Apahhhh….. berbuat amal? Yang ada
nanti kita buat dosa K, berduan begini’ kataku dalam hati
“Kalau orang di panggil makan
tiga kali itu pamali kalau di tolak” katanya sambil menakutiku
“Kakak baru panggil saya dua kali”
jawabku membela diri
“Ayo pale pergi makan coto, tiga kali mi toh artinya tidak boleh mi
menolak” katanya sedikit maksa
Aku masih saja mematung, tak
bergeming sedikit pun. ‘Betul-betul lelaki yang satu ini’ kataku dalam hati
“ Saya pi yang bonceng ki de,
motor ku mo di pake dih” katanya sambil melangkah
‘Arghhhh…… tidak ada alasan bagiku
untuk menolak, dan aku benar-benar terjebak. Okeh.. this is the second lunch between you and I.
Tidak sampai disitu saja , K Andirga selalu
saja mendekatkanku pada dirinya. Beberapa hari sebelumnya, dia menjemputku di
terminal Daya. Tak ada orang lain dan cara lain. Dia lah yang harus menjemputku
di sana dengan seabrek barang-barang yang harus di angkut dengan motor setengah
bututnya itu.
“Lapar ki’ de?’ Tanya nya sambil
mengatur barang bawaanku itu.
Tak ada jawaban, hanya anggukan
memelas yang dia lihat dari wajah kucelku itu. Dia hanya tersenyum pertanda
mengerti. Tak jauh dari situ ada sebuah warung penjual coto Makassar. Di
situlah K Andirga memarkir motornya dan mengajakku makan coto. Kami pun kembali
bertukar cerita, dia bercerita tentang keluarganya, ini dan itu. Aku hanya
sesekali merepon selebihnya hanya anggukan kepala dan senyuman, Tahu kenapa?
Karena aku sedang kelaparan. Begitulah kira-kira kami mulai dekat. Tapi,
prinsip itu harus aku jaga sampai aku mati. Kataku dalm hati ketika pikiran ku
mulai aneh.