Jumat, 18 Desember 2015

PeDekatanG (Part 3)

Oktober 2013

Sejak pertemuan itu dia semakin intens berkomunikasi dengan ku.Sedikit demi sedikit member perhatian tanpa arti.
 “Sudah mi ki makan de?” Tanya via sms. Aku hanya mengernyitkan kening melihat tulisan di hape ku ini.
 Iye, sudah mi K” jawabku singkat. Setelah dia tahu kalau aku sudah putus dengan Angga dia semakin gencar mendekatiku. Itu menurutku yah. Hampir setiap hari dan mungkin di setiap waktu sms  dan telpon dating bertubi-tubi.
“ Halo, Assalamualaikum” Terdengar suara K Andirga dari sana
 “Walaikumsalam, iye K kenapa ki’?” Tanya ku .
“Tidak ji de mau nelpon saja , heheheh” katanya sambil tertawa kecil
“Yah.. kalau menelpon kan pasti ada perlunya K, masa’ menelpon tanpa tujuan.” Jawabku sedikit kesal
“Tidak ji cuma mau dengar suara ta de’” katanya. Apaaaaahhhhhh………..Gubraaaaakkkkkkk……….. teriakku dalam hati.
“ Heheheheh… dimana ki pale ini K?kataku berusaha sopan.
“Di Bandara ka ini de, ku tunggu om ku karena mau di jemput”
“Owh…pantas menelpon ki’  K, karena mau ki’di temani cerita toh? Kataku sedikit judes.
“Wah… tidak ji. Ini ka sembarang sekali na pikir”
“Apa ji pade K?”
“Ih.. mau nelpon saja to
“Hummm…………. Jadi apa pade mau kita’ cerita ini K? tanyaku
Dari kejauhan sana ku dengar dia hanya tertawa mendengar bertanya seperti itu. Sampai dia permisi untuk mengakhiri pembicaraan kami karena orang yang di tunggu sudah menunggu di bagian kedatangan. Akhir dari pembicaraan itu membuatku bertanya, bahkan seribu tanya. “Kenapa yah?”tanya ku pada diri sendiri sambil menggaruk-garuk kening yang tidak gatal itu.

***

5 oktober 2013

Aku sudah siap dengan gaun warna pink, jilbab juga pink tapi bercorak bunga-bunga. Jangan tanya siapa yang sedang aku tunggu. K Andirga, kita janjian seminggu yang lalu ketika ‘meet up’ dengan K Irin. Today is K Irin Birthday. Kita di tunggu di sebuah Restoran Ayam Penyet. Tidak jauh dari tempatku. Pukul 07:00 K Andirga dating dengan memakai jaket hitam. Dan sepatunya itu semacam orang mau pergi konser saja. Sepatu panthofel yang ujungnya sedikit runcing. Hampir mirip dengan sepatu Aladin. Tanpa aba-aba, aku langsung bergegas membuka pintu pagar dan menguncinya kembali. Motor hitam yang tidak terlalu besar dan sedikit butut itu siap mengantar kami untuk ‘dinner’ I bareng K Irin. Setibanya disana, tampaknya ada sosok yang ku kenal disana. Perempuan dengan baju abu-abu dan jilbab yang senada warnanya.

“K Vinaaaaaaaaaaaa……..” kataku sedikit teriak dan berlari kecil menghampiri dan langsung memeluknya. 

Kerinduan yang lama begitu langsung terobati. Kakak sepupuku yang satu ini sudah lama tak pernah bersua dan akhirnya ketemu disini. Wajar sih K Vina itu adiknya K Imran. Kakak sepupu yang ku jodoh-jodohkan dengan K Irin. Dan kebetulan K Vina juga rekan bisnis dari K Irin. Aku duduk disebelah kiri K Irin sedangkan K Andirga duduk disebelah kananya. K Vina mencegahku duduk berseblahan dengan K Andirga. Belum muhrim katany. ‘Emangnya kita berdua ada niat nikah?’ pikirku saat itu. Malam pun kian larut setelah selesai makan malam pembicaraan pun berlanjut sampai ku lirik jam tanganku yang menunjukkan pukul 22.00 itu. Kode keras untukku segera bergegas pulang. Setelah pamit K Andirga berjalan keluar lebih dulu, aku berdiri dan masih cerita dengan K Vina untuk pamit pulang. Di Parkiran restaurant aku tak melihat K Andirga.

 “Mbak.. tadi pacar ta lewat sebelah sini” kata petugas parkir yang melihatku sedang mencari seseorang.
 Ye’?”kataku singkat keheranan. Dan mengikuti instruksi sang juru parkir. Dan ternyta benar. K Andirga tengah mengenakan jaket hitamnya. Baju kemeja kotak-kotak hitamnya itu seketika tersembunyi oleh pekatnya warna jaket. Dan kami bergegas pulang. Tiba di kamar, tubuhku langsung ku hempaskan ke kasur. Tanpa melepas gaun yang ku kenakan itu. Tatapanku menerawang ke langit, mengingat kembali yang di katakana juru parkir di restoran tadi. “Pacar?” kataku dan mengedipkan mata berkali-kali. ‘Arghh…….. Ophi… tidak boleh. Ini prinsip yang saya pegang teguh selama saya hidup sampai berumur segini, apapun itu tidak boleh ada yang melanggarnya’ kataku dalam hati sambil tengkurap memukul-mukul bantal. Tiba-tiba hape ku bergetar ada sms masuk.

Sampe ma di rumah de, baru mau istiraht ini

Tuiiinggggg………………… maksudnya?. Maksudnya saya di sms begini apa? Memangnya saya polisi wajib lapor begitu? Kataku

Iye’ K istirahat mi ki  send. “Ehhh.. eh.. yah terkirim, kenapa saya balas , harusnya tidak di gubris” kebingunan sendiri sambil garuk-garuk kepala.

Entahlah, K Andirga terus saja menjalin komunikasi yang begitu intens, berbagai alasan yang menurutku cuma modus terus saja dia gencarkan. Aku hanya bertanya-tanya dalam hati. Dan terus bertanya apa maksud dari semua ini. Tapi setelah aku pikir-pikir ahh bodo’ amat kenapa saya harus peduli, yang harus aku pikirkan bagaimana caranya bisa move on dari sang mantan. Angga masih saja berputar-putar di kepalaku ini. Sejak putus beberapa bulan kemarin, aku keseringan termenung sendiri, menangis sendiri. Bias-bisanya dia berbohong padaku. Padahal awal jadian aku sudah beritahu kalau wanita tak ada yang suka di bohongi. Dan bagiku kata ‘PUTUS’ adalah hal yang sangat sakral. Sekali aku sudah bertekad untuk hal itu. Maka hanya Tuhan yang mampu menghentikannya. Sekali keluar dari mulutku pantang bagiku untuk menjilat ludah. Sebenarnya, bukan putus nya yang ku sesali tapi waktuku yang terbuang sia-sia dengannya. Dan ternyata berakhir seperti ini. Bulir-bulir itu kembali berlinang di pelupuk mataku dan tak sadar membuatku tertidur.

***
Basah… bantal ini basah. Entah karena kebanyakan air mata ataukah banjir. Hujan di luar sana mengalir deras kompak dengan air mata ini. Getaran di sebelahku ini sedikit menggangu konsentrasiku untuk melanjutkan tangisanku.” K Andirga?” kataku kaget melihat namanya di panggilan masuk. Sesegera mungkin ku normalkan suara dan mengusap air mata yang sedari sejam yang lalu mengalir tak hentinya. ‘aduhh,…. Kenapa menelpon di saat yang tidak tepat seperti ini’ geram ku

“Halo, Assalamualaikum K?” Sapaku yang berusaha menormalkan suara
“Walaikumsalam, ehh sakit ki’ de? Tanya nya heran
“Tidak ji K” kataku yang sedang mengusap cairan yang keluar dari hidung ini
 “Kenapa pale begitu suara ta?, menangis ki’ de?”lanjutnya
 Aduh ini orang sudah tahu bertanya lagi, gerutuku dalam hati.
 “Hehe… iye’ K” jawabku yang sok malu.
 “Ahh… kenapa sedenk, siapakah ganggu ki’ sini baku hadapan sama saya, heheh”
 “Heheheh… biasa K sejenis ta” kataku meledek
 “Siapakah? Angga? Ahh.. tidak usah di piker, yang lalu biarlah berlalu”nasehatnya
‘Jiiiiiiaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhh…. Kan ngomong gampang K, ini orang gak tahu seberapa sayangnya saya sama Angga, berapa orang yang tertolak karena mempertahankan dia, berapa kali haris terbakar cemburu olehnya, Ishhhh……..’ ;agi-lagi aku menggerutu dalam hati.
 “Ahhh…..Jangan mi menangis, sini saya nyanyikan ki”. Dia melantunkan lagunya yang aduhhh… apa yah, berisik K.
 “K K suaranya bagus tapi sepertinya lebih indah kalau diam ki’ “ ketusku
 Iye pale dia ma, jangan ki pade menangis” bujuknya
‘ehhhh…. Ini orang siapa main suruh-suruh saja’ terus saja aku menggerutu dalam hati.

Perbincangan itu berlanjut hingga larut malam, Ada saja yang membuat saya tertawa karena ceritanya. Ini bukan kali pertama, tapi K Andirga sering menelpon dan di saat yang bersamaan aku tengah menangis. Entah itu waktu yang tidak tepat atau sangat tepat. Hanpir tiap hari dia menelpon. Atau paling tidak sms. Ahhh… gila ini orang.
Keesokan harinya kami tidak sengaja bertemu di kampus. Keheranan saling menunjuk satu sama lain. Kenapa? Karena kami memakai baju dengan warna yang senada. Kami pun kembali larut dalam perbincangan, dan lagi-lagi dia selalu buatku tertawa.

“Sudah makan?” Tanya nya
 “Ehh.. sudah siang ya? Belum pi K” jawabku
“ Ayo pergi makan pale” ajaknya
‘Makan?Lunch bareng?gitu?’ Ihh.,… ogah…
“Makan coto kayaknya enak dih’”lanjutnya. Aku masih memperhatikan keadaan sekitar, kalau-kalau ada yang mengenaliku dan memperhatikan dan membuat mereka salah paham. Melihatku duduk berdua di taman seperti ini, tidak salah jiak orang berpikiran kalau kita ini sedang ‘ngedate’.
“Ayo mi, jangan larang saya berbuat amal nah ajaknya lagi sambil berdiri
‘Apahhhh….. berbuat amal? Yang ada nanti kita buat dosa K, berduan begini’ kataku dalam hati
“Kalau orang di panggil makan tiga kali itu pamali kalau di tolak” katanya sambil menakutiku
“Kakak baru panggil saya dua kali” jawabku membela diri
“Ayo pale pergi makan coto, tiga kali mi toh artinya tidak boleh mi menolak” katanya sedikit maksa
Aku masih saja mematung, tak bergeming sedikit pun. ‘Betul-betul lelaki yang satu ini’ kataku dalam hati
“ Saya pi yang bonceng ki de, motor ku mo di pake dih” katanya sambil melangkah
‘Arghhhh…… tidak ada alasan bagiku untuk menolak, dan aku benar-benar terjebak. Okeh.. this is the second lunch between you and I.

 Tidak sampai disitu saja , K Andirga selalu saja mendekatkanku pada dirinya. Beberapa hari sebelumnya, dia menjemputku di terminal Daya. Tak ada orang lain dan cara lain. Dia lah yang harus menjemputku di sana dengan seabrek barang-barang yang harus di angkut dengan motor setengah bututnya itu.

“Lapar ki’ de?’ Tanya nya sambil mengatur barang bawaanku itu.

Tak ada jawaban, hanya anggukan memelas yang dia lihat dari wajah kucelku itu. Dia hanya tersenyum pertanda mengerti. Tak jauh dari situ ada sebuah warung penjual coto Makassar. Di situlah K Andirga memarkir motornya dan mengajakku makan coto. Kami pun kembali bertukar cerita, dia bercerita tentang keluarganya, ini dan itu. Aku hanya sesekali merepon selebihnya hanya anggukan kepala dan senyuman, Tahu kenapa? Karena aku sedang kelaparan. Begitulah kira-kira kami mulai dekat. Tapi, prinsip itu harus aku jaga sampai aku mati. Kataku dalm hati ketika pikiran ku mulai aneh.



Kamis, 17 Desember 2015

KETEMUAN (Part 2)

September 2013



Sekitar pukul 1 siang kala itu, setelah melaksanakan sholat dhuhur. Aku duduk di lorong gedung kampus. dekat dari mushallah. Tapi kami lebih senang menyebutnya di bawah 'jembatan'. Jembatan itu menghubungkan gedung yang satu dengan gedung yang satunya lagi. Dan di bawah jembatan itu ada tempat duduk memanjang di sepanjang lorong di bawah jembatan itu. Tempat para mahasiswa bercengkrama atau sekedar duduk saja. Aku yang mengenakan kemeja biru, jilbab yang nuansa kebiruan juga yang senada dengan jilbabku dan celana kain hitam yang tidak terlalu ketat. Sedang duduk dan tertawa lepas dengan K Tirta dan K Shifa. K Tirta berdiri di depan kami sambil tertawa dan bercerita, dia selalu mengeluarkan cerita-cerita lucunya. Kulitnya yang sedikit gelap kontras dengan warna baju kemeja putih yang dia kenakan. Postur tubuhnya yang tinggi dan bongsor itu membuat orang segan berdekatan dengannya padahal sebenarnya dia baik. Tak sengaja ku palingkan wajahku ke arah mushallah, tiba-tiba sosok lelaki berbaju biru berjalan menjauhi mushallah.
 "Ka..." Kataku teriak sambil melambaikan tangan. Beberapa hari yang lalu, dia menghubungiku via facebook. Katanya dia melihatku memakai kerudung merah. Komunikasi yang sempat terputus selama dua tahun itu kembali terjalin. Dia melihatku di kampus Pascasarjana ini. Dan ternyata dia juga kuliah di tempat yang sama dengan ku, cuma kami beda setahun. Mungkin karena saya selesai lebih awal dari beliau jadi dia baru masuk tahun ini.
 Lelaki itu tersenyum dan berjalan ke arahku dan duduk tepat di sampingku. Sejenak kami berdua terdiam. Kaku. Entah kenapa pertemuan ini begitu kaku. Ataukah kita baru ketemu setelah dua tahun lamanya atau entahlah akupun tak tahu.
 "Darimana ki' K?" kataku memecah kekakuan itu.
 "Dari sholat de'?" katanya singkat. Entah kenapa raut wajahnya sedikit memerah.Atau aku ada salah ngomong yah, pikirku.
 "Hari apa kuliah ta K?" Tanya ku lagi.
 "Senin-Selasa de' "
 "Jadi mau mi ki pulang ini K?" tanya ku lagi
 "Ah.. tidak ji juga, mau duduk-duduk dulu 5 menit baru pulang" katanya sambil melihat jam tangannya.
 " Bagaimana pale kabar ta K?" tanyaku lagi agar tidak kelihatan kaku.
 " Alhamdulillah de' baik ji, kita'? tanyanya balik
 "Alhamdulillah baik K" kataku senyum
 "Oh iye pale de' , saya duluan pale" pamitnya
 "Cepat ta pulang K, belum pi ki foto-foto, Oh iya kenalan ki dulu sama teman ku K" ajakku sambil mengenalkan dia dengan K Tirta dan K Shifa. Dan dia pun berlalu pergi. Dia? Siapa lagi kalau bukan Andirga  (Andi Indra Gatang). Sang Ketua rombongan baksos universitas kami kala itu. Dua tahun yang lalu. Kali pertama ketemu setelah  'lose contact' selama ini. Masih tetap sama, sopan, santun dan ramah. Aku berbeda. Dulu waktu di lokasi, asli jaim nya setengah mati. Tak banyak bicara. Tapi tadi justru saya yang banyak melempar pertanyaan. Mungkin dia heran kenapa saya cerewet seperti itu, Padahal yang dia kenal dua tahun lalu sosok itu tak pernah muncul. Sophia. itu namaku. Aku akrab dengan nama 'Ophi'. Tapi banyak juga yang memanggil 'Phia'. 'Whatever' lah apapun itu yang penting orangnya sama.

***
Masih September 2013


Aku memarkir 'Berta' (baca:motor) tak jauh dari Masjid Amirul Mukminin. Tempat ku janjian dengan kakak kesayangan. K Andi Iriani. Seorang perempuan yang aku pun lupa bagaimana aku berkenalan dengannya. Yang jelas aku mengenalnya sejak 2009, dan dia ku jodoh-jodohkan dengan sepupuku. hehehheheheh. K Irin belum datang, kami janjian pukul 4 sore ini. Masih lengkap dengan pakaian ngajar ku, kemeja merah muda dan jilbab yang senada. Selang beberapa menit kemudian K Irin datang dan kami bertukar begitu banyak cerita. Kami seperti kakak adik, begitu akrab dan kami tertawa bersama. Tiba-tiba dia menyebut nama 'Andirga'. Aku hanya tersenyum, aku tahu K Irin kenal baik dengan dia karena asal daerahnya sama.  
 "Lama ma tidak ketemu sama itu anak" kata K Irin sambil menerawang melihat ke arah Pantai Losari.
 "Beberapa hari yang lalu saya ketemu dengan beliau K" sambungku
 "Oh.. di Makassar i sekarang, telpon i supaya kita bisa bertemu bertiga" kata K Irin
 ' Deg' kenapa jantungku berdebar begini, kemarin rasanya biasa saja. 
 "Assalamualaikum, dimana ki' K?"kataku yang sok sopan
 "Di jalan ka ini de mau ke daya" jawabnya. Sepertinya sedang mengendarai motor.
 " K Irin, K Andirga lagi dijalan mau ke daya, bagaimana  mi ? kataku berbisik saambil menutup hape dengan tanganku agar tidak kedengaran
 "Bilang saja kita mau ketemuan, kalau mau datang nanti di sms tempatnya" kata K Irin yang juga berbisik
 " K saya berdua sama K Irin disini, mau ki' na ajak ketemuan. Kalau mau ki nanti di sms ki tempatnya K" kataku jelas
 "Oh iye de, sms ma saja tempatnya kalau sempat kesana ja itu, nanti saya hubungi ki" katanya
 "Iye pale K, makasih, assalamualaikum" belum sempat dia membalas salam ku. Perbincangan itu ku akhiri sepihak karena azan magrib tengah berkumandang.

***
Sambil menunggu pesanan kami, aku dan K irin melanjutkan perbincangan kami yang tiada habisnya, tiba-tiba hapeku berdering.
 "Iye K, ada ma ini di Popsa K, dimana ki ini? tanyaku
 "Di bagian mana ki de?" suaranya dari telpon
 "Di bagian belakang K, tempat duduk kayu itu yang mirip sofa menghadap ke laut ini"
 "Oh iye de tunggu ma, ada ma di parkiran ini"
 "Oke K"
 Selang beberapa menit, Dia datang dengan kemeja abu-abunya. Entahlah kenapa jantung ini terus saja berdebar lebih cepat dari biasanya. Gugupkah?mungkin, tapi karena apa? jangan tanya aku pun bingung dengan itu. Kami pun bercerita sana-sini. Tiba-tiba K Andirga bertanya sesuatu yang membuatku kaget dan hampir saja menumpahkan isi mulutku.
 "Bagaimana kabarnya sang kekasih ta de, Angga?" tanyanya sambil meletakkan gelas jus yang berisi alpukat itu.
 " Iye K, Owh.. putus ma K" jawabku sambil menegukkan air ditenggorokan.
 "Ehh... kenapa bisa?" tanyanya lagi. Ah.. orang ini rasanya mau di tabok. Baru putus juga di tanya terus. Gak tau yah kalau saya ini lagi galau karena patah hati. Arghhh... orang ini.
 "Yah... karena sesuatu jadi tidak bisa bersama lagi" jawabku misterius
 " Lama mi kah?"Tanyanya lagi. Aduhhh... nih cowo cerewat juga yah.pikirku
 "Sekitar dua bulan lalu K" kataku sedikit kesal
 Aku pun berusaha mengalihkan pembicaraan ke topik yang lain, tapi dia senyum sumringah begitu. Heran. Kenapa si cowo cerewet itu sepertinya baru dapat undian. Ada senyum merekah yang tak terbendungi. But, whatever i ain't care.pikirku. Pertemuan itu di akhiri dengan foto bareng dan kami pulang ke rumah masing-masing

Rabu, 16 Desember 2015

Hujan (part1)

Februari  2011

Hujan kala itu sama sekali tak ada tanda-tanda untuk reda. Hari ini semua pengurus posko harus berkumpul di gedung yang telah di infokan kemarin. Aku masih berdiri mematung di depan pintu pagar asrama. Kulihat air dari atas sana terus saja mengalir tak henti-hentinya. di depan ku sebuah rumah berdiri dengan megahnya. Mungkin lebih tepatnya jika kita menyebutnya 'istana'. Arsitekturnya nan indah, dibalut dengan paduan warna kuning emas dan hijau muda,setiap ukirannya begitu artistik,  membuatnya terlihat lebih mewah. "Piiiiiiiiiiiiiiippppppppp..........." Suara klakson itu mengagetkanku. Sosok lelaki muda dengan motor mungil dan 'raincoat'  hitamnya siap membawaku meluncur ke gedung universitas yang jaraknya kira-kira tiga kilometer dari tempatku berdiri ini.Dia Alif kekasihku, boleh dibilang kami lagi berbunga-bunganya kala itu. Baru beberapa bulan kita jadian, dan aku harus meninggalkannya untuk baksos tingkat universitas yang wajib di ikuti oleh semua mahasiswa. Dan saat itu adalah giliranku. Tiga bulan, iya selama itu kami harus terpisah jarak dan waktu. Dan ini kali pertama aku terpisah jauh darinya dan selama ini. Bisa bayangkan betapa rindunya kami nanti.

Jilbab hitam, kemeja hitam dan rok polkadot serta jas almamater yang sedari tadi setia bertengger di tangan kananku ini. tepat di samping gedung yang kumaksud. Alif memutar balik motornya sambil tersenyum manis. Dan aku mulai berjalan menuju gedung itu, sekitar lima meter dari tempatku berdiri. Dan...'Oh my God.. Banjiiiiirrr' Bisikku pelan. ku lihat jam tanganku. Waktu menunjukkan pukul 09:45 artinya aku telat 45 menit. 'Yah.. ini semua karena hujan' gumamku dalam hati. Alhasil aku harus membuka sepatu, kaos kaki dan mengangkat rok ku sedikit. Untuk menghindari banjir. Tangan kananku yang terbebani oleh almamater juga harus menannggung bebannya sepatu yang harus kupegang. Sementara tangan kiriku berusaha melindungi kepalaku dari hujan, meskipun tidak berhasil. Tiba-tiba terdengar suara air dari belakangku seolah adaynag mengikutiku, tanpa pikir panjang aku menoleh kebelakang dan . 'Eh... Pa ketua terlambat ki' juga?' kataku. Iya aku mengenalnya beberapa hari yang lalu. Beliau terpilih menjadi ketua rombongan kami yang dipilih tanpa ada pemungutan suara. Heran juga saya. Jangan tanya saya namanya. Yang ku tahu dia dari fakultas teknik. jangan tanya juga jurusan apa. Aku sama sekali tidak mau tahu dan peduli tentang itu.
 " Iye, tidak mau berhenti hujan bela" katanya sambil sedikit senyum
 " Kalo begitu sama-sama mi ki pale  ke atas" Ajakku sok akrab

Sampai di depan pintu gedung yang entah selam kuliah disana saya tidak tahu gedung apa ini, bisa dibilang sudah cukup tua. Pintunya tertutup, mungkin karena banjir, supaya airnya tidak masuk kedalam makanya di tutup.
 "Jadi bagaimana mi ini Pa Ketua? Lewat mana mi orang? Tanya ku kebingungan.
 "Lewat belakang ki bede, sapa tau ada pintu terbuka disana?Ajaknya
Dan kembali lagi aku harus bergulat dengan banjir, hujan, sepatu dan kaos kaki. Kami berjalan ke arah belakang gedung yang juga penuh dengan air, aku harus menjaga agar tidak terpeleset karena ini sangat licin. Dan..."Aowwwwww...." Hampir saja bisikku, "Eh.... hati-hati ki'" katanya kaget, ku dapati tangannya berada di belakangku yang siap menahanku kalau-kalau aku jatuh. "Iye" jawabku singkat. Pintu yang belakang ternyata memang ada danmemang sedikit lebih tinggi posisinya ketimbang pintu depan sana. Setengah basah kuyup kami bergegas memakai sepatu sambil melempar senyum satu sama lain, mungkin karena kita terlambat. Sambil berlari-lari kecil kami bergegas masuk ruangan. Disana sudah sangat ramai, ruangan yang dipenuhi mahasiswa yang kebanyakan semester 7 atau 8 kala itu sibuk dengan urusan kami dan tak menyadari kehadiran kami yang hampir bersmaan berdiri di depan pintu. Sebuah meja yang di tata berbentuk huruf U. Kulihat teman ku berada disisi kanan sibuk dengan sesuatu dan 'Pa Ketua' ke arah kiri dan duduk dan disambut oleh perempuan sambil menyodorkan kertas yang entah aku tak pedulu apa itu, yang jelas kertas itu minta di tanda tangani oleh 'Pa Ketua'. Saya masih saja berdiri sambil memperhatikan Bendahara dan ketua posku kala itu, sambil mengatur kursi dan kemudian duduk dengan manis. Selang beberap detik aku duduk. Tiba-Tiba..
 "Ku akan menanti, meski harus penantian panjang ku akan tetap setia menunggumu ku tahu kau hanya untukku" lantunan suara merdu Nikita Willy memecah keramaian ruangan kala itu. Spontan aku tertawa setengah teriak dan kemudian tersadar kalo suaraku terlalu keras. 'Pa Ketua yang duduk bersebrangan denganku tapi pas berhadapan denganku tengah sibuk mencari-cari sesuatu, dan aku berbalik kebelakang ke temanku dan berbisik "Siapa punya itu hape, 'Mellow' kamma de ehh?" temanku hanya membalsanya dengan tertawa kecil.
 "Biarlah waktuku habis oleh penantian ini  hingga kau percaya betapa besar cintaku padamu ke tetap menanti"  Suara ringtone  itu terus saja berbunyi hingga 'empunya' si hape memandangku sambil menjawab telepon yang dari tadi memanggilnya itu. Dalam hati aku tertawa terbahak-bahak. "Hari gini masih ada yah cowok pasang ringtone seperti itu" pikirku dalam hati sambil menahan tawa. Tiba-Tiba semua orang berdiri. Bapak yang menangani dan bertanggung jawab atas baksos kami ini telah datang dan siap memberikan arahan. Pukul 10.00 rapat pun di mulai dengan serius. 'Pa Ketua' kembali memandangiku sambil tersipu malu, mungkin karena hanya aku yang tahu bahwa pemilik ringtone 'mellow' itu adalah beliau. Dari balik jendela, hujan masih sibuk menjatuhkan dirinya ke bumi, dan kami pun sibuk mendebatkan sesuatu yang entahlah saya juga bingung mereka bicara tentang apa. Bapak di depan sana juga berbicara sesuatu yang tak ku mengerti. Aku hanya memandangi sekelilingku, ada setumpuk spanduk yang siap di bagikan kepada setiap posko yang nantinya akan mengajar di setiap sekolah yang telah di tunjuk. Petualangan itu akan di mulai besok. Sebuah cerita, suka, duka dan cinta mungkin akan mewarnai cerita ini.


Senin, 14 Desember 2015

Aku, logikaku, hatiku dan perasaanku

Entah ini terlalu kaku atau kikuk, ataukah ini terlalu vulgar atau apa, aku sendiri pun tak tahu. dan ketidak tauanku ini yang terus saja memaksaku untuk selalu bertanya padamu. Apa sebenarnya arti dari tingkahmu ini? apa sebenarnya maksud etikat baikmu itu? ada maksud lainkah? ataukah hanya sekadar baik saja? ataukah memang sikap dari jenis mu itu memperlakukan hal yang sama terhadap lawan jenisnya? oke anggaplah seperti itu. Aku dan logikaku selalu berpikir seperti itu, bahwa memang manusia dari jenismu itu sikap yang kau tunjukkan itu adalah wajar. tapi tidak dengan hatiku. U know? my heart thinks different. aku tahu dan paham betul bahwa manusia dari jenisku cenderung pada hati dan perasaanya tidak dengan logikanya tapi ingat tidak semua seperti itu. Namun, kali ini aku terjebak, aku, logika dan perasaan itu jalan beriringan, aku sendiri bingung siapakah yang akan mencapai persepsi yang paling benar tentang sikap yang kau tunjukkan itu. Okey... sebulan mungkin tak ada masalah, logika anggap itu adalah wajar. Tapi, ini sudah dua tahun lamanya, dan itu sudah tahun ketiga. Aku dan logikaku terus berpikir dan berpikir, tapi aku tak pernah menemukan ujung dari itu. lain halnya dengan hati dan perasaanku. mereka sampai pada titik yang memberikan sebuah kesimpulan dari semua sikap yang kau tunjukkan itu adalah 'sayang'. Itu hati dan perasaanku tapi tidak dengan aku dan logikaku. Kau tak pernah tahu betapa hebatnya kedirianku ini, mampu bertahan dengan mereka (aku, logikaku, hatiku dan perasaanku) yang selalu saja mencoba meruntuhkan argumen satu sama lain. dan kau pun mungkin tak pernah tahu, betapa hebatnya dirimu. karenamu, kau menciotakan mereka dalam kedirianku dan hebatnya lagi kau membuat peretngkaran di antara mereka. dan kau lepas tangan. kau memaksaku untuk membuat mereka akur. sesuatu yang mungkin masih aku perjuangkan untuk saat ini. membuat mereka AKUR.